KOMPAS.com – “Pekerjaan itu saya terima karena saya butuh biaya untuk hidup saya dan keluarga walaupun sebentar,” ujar Ika Dewi Sulistiani, seorang Ibu yang saat ini berprofesi sebagai mitra pengemudi GrabBike.
Dewi, begitu ia biasa disapa, karena pekerjaannya, sata ini ia sampai-sampai dijuluki sebagai ratu aspal.
Pekerjaannya anti-mainstream. Di saat, kebanyakan perempuan lain lebih memilih untuk mendukung penghasilan rumah tangga lewat berjualan dari rumah, ia justru mengais rezeki lewat profesi sebagai ojek online.
“Selagi saya tidak sakit parah saya akan tetap bekerja. Bagi saya kerja itu penting, karena anak butuh biaya,” imbuhnya.
Awalnya, perempuan kelahiran Surabaya, 15 April 1988 tersebut bekerja sebagai tim administrasi cadangan pada sebuah perusahaan.
Saat itu, ia dikontrak selama satu tahun untuk menggantikan karyawan yang sedang cuti melahirkan.
“Pekerjaan itu saya terima karena saya butuh biaya untuk hidup saya dan keluarga walaupun sebentar,” ujarnya.
Namun setelah sampai di pengujung kontraknya, Dewi mulai khawatir karena belum mendapatkan pekerjaan lain.
“Waktu itu perusahaan juga menyarankan untuk mencoba mencari-cari pekerjaan lain di sisa satu bulan kontrak berakhir,” katanya.
Dalam masa pencarian pekerjaan, rupanya Dewi mendapat keberuntungan. Perempuan yang bercita-cita menjadi penyiar radio ini menemukan lowongan pekerjaan yang diiklankan di media sosial Facebook.
“Saat itu kebetulan ada yang pasang lowongan Grab. Katanya dibutuhkan mitra pengemudi perempuan dan laki-laki. Syaratnya memiliki SIM, KTP, KK, STNK, dan SKCK. Menurut saya kok syaratnya masuk akal,” sambungnya.
Kemudian, ia pun tertarik mencoba. “Kebetulan Sabtu dan Minggu kan libur, hari Sabtu saya coba mendaftar di Grab. Pas daftar, saya sempat minder karena yang daftar laki-laki semua sedangkan saya perempuan sendiri. Tapi meskipun saya minder saya tetap duduk di situ,” paparnya.
Melihat Dewi yang tak kunjung maju untuk memberikan berkasnya, membuat karyawan Grab menghampiri dan menanyakan, memastikan ia benar ingin menjadi mitra pengemudi Grab.
Setelah mengiyakan, ada pertanyaan lain yang juga membuatnya ragu, yakni seputar ponsle yang ia bawa.
“Saat itu handphone saya Smartfren RAM 1GB. Tapi memang hanya punya itu. Setelah itu saya disarankan untuk training online terlebih dahulu. Kemudian besoknya kembali ke kantor untuk tanda tangan kontrak dan pengambilan atribut,” ujarnya.
Begitu terkonfirmasi sudah bisa mulai bekerja, Dewi mengaku masih malu-malu kucing. Pekerjaan yang lumrah jadi profesi pria tersebut membuatnya sedikit tak nyaman.
“Jadi (kerjanya, habis) ngeGrab - pulang - ngeGrab - pulang. Sampai akhirnya saya bertemu dengan orang-orang yang mengajak bergabung dengan komunitas ojek online di Surabaya. Di sana banyak sharing dari teman-teman sesama driver,” ujarnya.
Dewi juga kerap menceritakan kendala yang dihadapi di jalan kepada teman-temannya di komunitas tersebut.
Ternyata, kendalanya selama ini ada pada ponselnya. Kapasitas RAM yang terbatas, membuat aplikasinya jadi tak stabil. Teman-teman di komunitas menyarankan untuk ganti ponsel.
“Saya kemudian beli handphone baru RAM 3,” imbuhnya.
Ganti hanphone, Dewi pun memasang target baru. Ia mulai aktif mencari order dari pukul 06.00 pagi sampai pukul 21.00 malam tanpa pulang-pulang lagi. Tak terasa, sata ini satu tahun sudah ia menjadi ratu aspal.
Menurut Dewi, meski pekerjaannya terkesan sepele, wara-wiri di jalan raya, tetapi ia berprinsip untuk menjaga lisan dan menjaga diri.
“Saya menanamkan ke diri sendiri, walaupun pekerjaan ini fleksibel, tetapi tidak boleh mencari uang sesuka hati saja. Harus tetap kerja keras,” tuturnya.
Oleh sebab itu, Dewi memiliki target yang harus dicapai oleh dirinya sendiri. Contohnya, jika ia berangkat kerja pukul 06.00 pagi maka hari itu harus bisa mendapatkan uang minimal Rp 200.000.
“Kalau bisa lebih kenapa tidak diusahakan,” imbuhnya.
Meski demikian, kerja keras Dewi tidak serta merta menghilangkan kewajibannya sebagai seorang ibu. Dewi tetap membagi waktu bersama anaknya. Dewi juga selalu mengusahakan kondisi pekerjaannya tidak mempengaruhi kondisi rumahnya.
“Kadang kan di jalan mempengaruhi mood karena satu dan lain hal. Tetapi kalau sudah pulang ke rumah, harus hilang semua bad mood itu. Orangtua melihat kita tersenyum kadang sudah lega,” ujarnya.
Berjalannya wkatu, Dewi juga sempat mendapat tawaran pekerjaan lain. Ia pernah mendapat panggilan kerja menjadi cleaning service.
“Saya pikir lumayan untuk disambi (kerja sambilan). (Akhirnya) saya terima,” kata dia.
Sayangnya, hal itu tak berlangsung lama. Harapan ingin mendapatkan pendapatan lebih, tapi ternyata Dewi justru mendapat tekanan. Ia membandingkan keadaannya dengan di grup komunitas pengendara GrabBike yang lebih banyak canda tawa.
“Akhirnya hanya satu bulan saja saya menjalani pekerjaan itu. Saya kembali lagi untuk full menjadi pengemudi GrabBike. Ternyata saya lebih happy menjadi driver,” terangnya.
Soal keamanan, Dewi mengaku tidak khawatir. Selain pelatihan berkendara aman dan bela diri dasar, Grab juga punya teknologi keamanan yang luar biasa.
“(Apalagi) sekarang ada fitur ‘Pusat Keselamatan’ untuk mitra pengemudi dan pengguna,” ujarnya.
Di situ ada berbagai macam fitur seperti bagikan lokasi perjalanan, tombol darurat dan layanan bantuan. Selain itu ada juga fitur Free Call, jadi nomor telepon pribadi penumpang dan pengemudi tidak akan bisa dilihat.
“Dengan begitu, saya jadi tenang, penumpang juga harusnya merasa lebih nyaman,” sambungnya.
Menurut Dewi, menjadi mitra pengemudi GrabBike memiliki banyak manfaat dan keuntungan. Salah satunya adalah yang Dewi lakoni. Ia bisa bekerja menjadi driver sambil berjualan.
Dewi membuat jadwal untuk dirinya sendiri, selama hari Senin sampai Jumat menjadi mitra pengemudi. Sedangkan di hari Sabtu ia ambil libur yang biasanya digunakan untuk istirahat. Sedangkan di hari Minggu, ia gunakan untuk berjualan.
“Dari awal memang sudah berencana kalau ada sisa uang penghasilan nge-Grab bakal dijadikan modal usaha. Saya juga berpikir, usia seseorang itu semakin lama semakin tua. Saya tidak bisa selamanya menjadi driver karena tenaga saya pasti menurun nantinya,” paparnya.
Saat ini, usia Dewi 31 tahun. Ia mengaku nyaman mencari nafkah dengan menjadi pengemudi GrabBike. Menurutnya, pekerjaan itu membantunya yang statusnya sebagai single parent.
Di kota Surabaya, data menunjukkan Grab berkontribusi sebesar Rp 9 triliun pada 2018. Kontribusi terbesar dihasilkan oleh mitra GrabFood sejumlah Rp 4,22 triliun, diikuti GrabBike sebesar Rp 3,51 triliun, GrabCar senilai Rp 1.17 triliun, GrabKios individual dan toko sebesar Rp 50 miliar.
Sementara, pendapatan mitra pengemudi GrabBike meningkat sebesar 144 persen dan mitra GrabCar sebesar 114 persen. Juga, penjualan mingguan mitra merchant GrabFood meningkat sebesar 34 persen.
Selain meningkatkan pendapatan para mitra, Grab juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja. Ada 38 persen mitra pengemudi GrabBike dan agen individual GrabKios, serta 33 persen mitra pengemudi GrabCar yang sebelumnya tidak memiliki penghasilan.