KOMPAS.com – Fajar Shiddiq (27) namanya. Sehari-hari, ia menjalani profesi sebagai mitra pengemudi GrabCar di Kota Bandung.
Bagi sebagian orang, pekerjaan itu biasa. Hal yang membedakan adalah, Fajar Shidiq merupakan teman tuli.
Ya, Fajar merasa harus mandiri. Karenanya, dia selalu berusaha bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan membantu perekonomian orangtuanya.
Sebelum bergabung dengan Grab, dia pernah bekerja di butik selama satu tahun. Dia bertugas memotong kain dan semacamnya. Namun, karena merasa tidak cocok, dia memilih berhenti.
Setelah keluar, Fajar mencari pekerjaan di tempat lain. Namun, dia selalu ditolak. Bahkan, selama satu tahun dia tidak memiliki pekerjaan.
“Saya sudah mencari kerja ke banyak tempat, tapi selalu ditolak. Saya bingung,” kisahnya.
Kemudian, ia dapat info dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) soal kesempatan kerja di Grab.
“Mereka tahu kemampuan menyetir saya sangat baik,” ujar Fajar dengan menggunakan bahasa isyarat.
Fajar pun mendiskusikan hal tersebut dan meminta restu orangtuanya. Meskipun tahu risiko bekerja di jalanan, namun Fajar tetap bertekad untuk bekerja sebagai mitra pengemudi Grab karena ingin membantu sesama dan mendorong perekonomian untuk mendapat kehidupan yang lebih layak.
Akhirnya, orangtua Fajar mengizinkannya dengan satu syarat, hati-hati.
Fajar, pada dasarnya percaya diri dengan kemampuannya mengemudikan mobil karena sudah terbiasa sejak dulu. Setelah melamar dan tiga bulan menunggu, Fajar resmi menjadi mitra GrabCar pada Juli 2019.
Fajar menjadi teman tuli pertama yang menjadi mitra GrabCar di Bandung. Fajar bersyukur karena disabilitas seperti dirinya diberikan kesempatan bekerja menjadi mitra pengemudi.
Setelah bekerja sebagai mitra GrabCar, Fajar mengaku mengalami perubahan, terutama keberanian untuk berkomunikasi.
“Dulu, waktu saya belum kerja di Grab, kadang-kadang saya merasa kurang percaya diri. Kalau bertemu orang juga khawatir salah ngomong, takut salah paham,” terangnya.
Akan tetapi setelah masuk Grab, Fajar jadi berpikir harus berani untuk berkomunikasi.
“Apalagi saya punya tanggung jawab agar customer selamat sampai tujuan, jadi saya harus berani,” tutur lelaki yang senang berolahraga ini.
Selain itu, Fajar merasa bekerja sebagai mitra Grab cukup mudah. “Ketika saya dapat orderan menjemput customer, saya langsung berangkat menjemputnya,” tuturnya dengan bantuan gerak isyarat.
Namun, Fajar sadar akan kemungkinan kesulitan berkomunikasi dengan customer, maka dia selalu mengatakan kepada setiap penumpangnya,
“’Maaf saya enggak bisa dengar. Jadi, kalau mau komunikasi bisa duduk di depan’. Saya juga tempel poster (berisi informasi bahwa saya tuli dan informasi lainnya) di mobil saya, supaya customer paham,” terangnya.
Di sisi lain, menanggapi perbedaan antara dirinya dengan mitra lain, Fajar mengaku tidak pernah mempersoalkannya. Fajar mengaku kenyamanan dan kebermanfaatan dirinya untuk orang lain adalah hal utama.
“Saya merasa nyaman dengan pekerjaan ini. Yang penting saya juga berhasil mendapatkan nafkah dari Grab,” katanya.
Fajar sendiri tidak pernah mengambil risiko dalam berkendara. Dia lebih memilih keselamatan penumpangnya.
“Saya biasanya tidak salip-menyalip. Saya biasanya berusaha bersabar saja sampai pada tujuan. Menurut saya, pengguna jalan pun harus sopan, tidak usah berebut jalan. Saya sendiri menghindari hal itu,” sambungnya.
Setelah bekerja menjadi mitra layanan roda empat tersebut, Fajar yang bekerja mulai pukul 5 pagi hingga pukul 6 sore itu mengaku terbantu secara ekonomi.
Hasil jerih payahnya itu dia pakai untuk keperluan sehari-hari, membantu orangtua, ditabung untuk menikah, dan membuat usaha lain.
Kini, Fajar sedang berupaya mewujudkan salah satu mimpinya, yakni membuat Kopi Tuli.
Nantinya, selain menjadi tempat ngopi, tempat tersebut juga menjadi ruang bagi masyarakat untuk belajar bahasa isyarat.
“Saya ingin memiliki usaha Kopi Tuli. Kebetulan di Bandung belum ada,” katanya.
Bekerja menjadi mitra GrabCar membawa Fajar ke berbagai pengalaman menarik. Tidak sedikit yang terkejut ketika bertemu Fajar, banyak juga yang membuat Fajar terkejut atas sikap para penumpangnya.
“Dulu ada customer. Dia sadar bahwa saya tuli. Jadi, selama perjalanan, dia hanya diam. Akhirnya saya coba komunikasi,” tambahnya.
Ia pun melanjutkan, bahwa saat itu customer-nya kaget.
“Akhirnya kami komunikasi, tapi saya minta komunikasinya pelan-pelan. Setelah sampai di tujuan, dia bilang terima kasih menggunakan bahasa isyarat. Saya kaget. ‘Kok bisa?’ tanya saya, dia bilang, ‘Kan saya melihat posternya’,” tutur Fajar sembari tersenyum.
Hal itu membuat Fajar terharu dan senang karena penumpangnya berusaha mempelajari bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengannya. Dia pun berharap semakin banyak orang yang mau mempelajari bahasa isyarat.
Selain itu, penumpangnya pun tidak jarang merasa heran dan kaget ketika mereka buru-buru dan kondisi jalan macet, tapi Fajar bisa membawa mereka sampai tepat waktu melalui jalan alternatif.
Fajar mengatakan, dirinya sudah hafal jalan-jalan di Bandung sejak SMA. Dia pun menunjukkan jempolnya kepada penumpang tersebut, tanda semuanya aman terkendali.
Rencana ke depan, Fajar masih akan bekerja sebagai mitra GrabCar. Selain itu, dia berharap semua masyarakat mengetahui informasi mengenai tuli, supaya semuanya bisa bekerja sama.
“Saya juga harap pengangguran di Indonesia menurun,” katanya.
Fajar merupakan salah satu dari jutaan mitra pengemudi Grab yang meraih impiannya demi membahagiakan orang tersayang.
Saat ini, Grab menyediakan layanan dengan jangkauan terluas di Asia Tenggara di 338 kota yang tersebar di 8 negara dengan lebih dari 152 juta unduhan aplikasi, termasuk Indonesia tempat Grab beroperasi di 224 kota dari Sabang hingga Merauke.
Menyambut Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2019, kisah Fajar bisa jadi inspirasi. Dukung terus aktivitasnya agar mereka mampu berkarya.
Di kota Bandung, data menunjukkan Grab berkontribusi sebesar Rp 10,1 triliun pada 2018.
Kontribusi terbesar dihasilkan oleh GrabBike dengan nilai Rp 4,59 triliun, yang selanjutnya disusul oleh GrabFood dengan nilai kontribusi sebesar Rp 3,76 triliun.
GrabBike dan GrabCar juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja persen di Kota Bandung. Sebelum bermitra dengan Grab, 38 persen mitra GrabBike, dan 39 persen mitra GrabCar tidak memiliki sumber penghasilan sama sekali.